Sabtu, 12 Maret 2022

Casablanca

Saat itu waktu menunjukkan hampir tengah hari, aku tak tahu pastinya, tapi hari itu tak secuil sinar matahari menampakkan batang hidungnya. Terdengar pengumuman dalam tiga bahasa dari awak pesawat, Bahasa Inggris,  Perancis dan Arab, bahwa pesawat akan mendarat di Bandara International Casablanca. Aku pun menoleh ke arah anak-anak untuk mengencangkan sabuk pengaman, membetulkan masker dan memegang kantong plastik, lalu aku  mempersiapkan tisu kalau kalau anak-anakku ada yang muntah.

Ku lihat ada dua pramugari hilir mudik memberikan intruksi agar segera mengencangkan sabuk pengaman. Ku lirik anak-anak masih asik main game di layar belakang kursi penumpang. Ya, mereka berdua anteng sejak duduk di kursi pesawat karena layar di depannya menyuguhkan banyak sekali game sederhana. Aku pun tertarik untuk mengambil gambar suasana ini. Sambil ku nyalakan layar di depanku dengan memutar animasi dan peta yang menggambarkan keadaan bagaimana pesawat ini akan mendarat.

Setelah beberapa menit terasa berat suasana, lalu tiba-tiba terdengar roda mendarat utama diturunkan, derit roda yang menggesek landasan pesawat mulai terasa menusuk ulu hati dan alhamdulillah mulus mendarat.

Segera ku persiapkan tisu basah, karena   sesuai dugaan salah satu anakku memutahkan isi perutnya. Ku tukar dengan kantong plastik yang baru dan ku bersihkan sampah yang terlihat berserakan dibawah kursi. Setelah beres semua, lalu aku mengintip ke arah jendela mencoba mencari tahu seperti apakah bandara di kota ini.

Aku tersenyum kecil, Bandara ini mengingatkanku pada salah satu Bandara di tanah air, Bandar Udara Lombok, di kota Mataram. Entah sepuluh tahun yang lalu sudah menjadi Bandara Internasional atau belum, tapi yang pasti sekarang Bandara tersebut sudah berlabel International Airport. Sederhana, tak terlalu luas dan modern tapi sudah Internasional. "Welcome to kota Casablanca", bisikku dalam hati.

Empat ratus tiga puluh enam hari berlalu, kami bersembunyi dari corona virus saat itu menguasai dunua. Jejak kepergian ayah dari anak-anakku untuk merantau ke negara ini, akhirnya aku dan anak-anakku mengikutinya.

Suara pintu pesawatpun dibuka tanda penumpang dipersilahkan turun dari pesawat. "Ini saatnya!" pikirku sambil menurunkan tas dari kabin. Lalu, bergantian untuk keluar menyusuri lorong pesawat. Tak apalah kami belakangan, asal anak-anak siap untuk melangkah.

Akhirnya tiba giliran kami untuk melewati lorong pintu pesawat itu dan dalam beberapa langkah akupun mendengar teriakan anak-anakku, "Babaa..."


@jeeluvina
@nulisyuk
# nulisyukbatch161