Jumat, 29 April 2022

People

People alias Rakyat

By: Desia Sasmito 

Kemiripan negara ini dengan tanah air adalah mayoritas muslim, mengimani  Allah yang satu dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah yang terakhir. Jika  misal 90% dari total jumlah penduduk Indonesia yang 270 juta, berarti  240 juta adalah muslim Indonesia , yang berarti negara dengan populasi muslim terbesar didunia. Begitu juga dengan negara ini Al Mamlakah Al Magribiyah dengan julukan negara para hafidz berpenduduk 37 juta, jika misal 90% muslim, berarti sekitar 33 juta memeluk agama islam. Maaf, saya menggunakan prosentase 90%, walau mereka mungkin menaruh prosentase 99% muslim ya. 

Seperti di Indonesia, disini bisa ditemui hal yang serupa, ada yang islam biasa, ada yang hanya KTP, ada yang islam tapi ngga sholat, ada yang ahli masjid, ada yang sholat dipinggir jalan, di taman atau dimana saja asal masuk waktu sholat ya sholat, ada yang yang santri di pesantren, ada yang hafidz-hafidzah di masjid-masjid, semua tergantung diri masing-masing ya pemirsa. Islam itu damai dan sempurna, tinggal "orang"-nya mau pada level yang mana. Menyindir saya sendiri pada level yang mana ya? Hehe ***garukkepala

Sesuatu yang paling menarik dari orang-orang disini adalah wanita disini akan lebih menyapa wanita, dan laki-laki akan menyapa laki-laki. Tetapi bagaimana kalau bertemu dengan penjual dengan lawan jenis. Ya, mereka akan bertransaksi biasa. Ngga perlu banyak basa-basi kalau dengan lawan jenis, karena basa-basi sapaan dilakukan lebih pada orang sesama jenis yang akan terus dilakukan setiap bertemu, setiap kali berbelanja, saling mengucapkan berbalas do'a.

Misalnya ketika saya dan suami belanja, pas penjualnya laki-laki, so pasti kamu istri ngga usah ngomong, biarkan suamimu yang ngomong ke penjualnya. Si penjual akan lebih nyuekin kamu. Istri hanya perlu ngomong ke suami, ngga perlu ngomong ke penjual. Itu tandanya si penjual sangat menghargai "wanita"-nya suami. Ini pertamakali saya merasakan dicuekin oleh penjual, haha, krik-krik!

Kebanyakan disini penjualnya para pria, walau ada beberapa ibu-ibu tapi itu tak banyak. Pelayan resto, cafe, penjual sayur, toko, penjual daging, tukang sapu jalanan, PKL yang rata-rata laki-laki sang pencari nafkah keluarga. Perempuan mungkin lebih ada pada sektor kesehatan, seperti pegawai Apotek, Rumah Sakit, Guru, atau Cleaning Servis. Terutama bagian bersih-bersih toilet dimana-mana kebanyakan ibu-ibu. Belum pernah ketemu Cleaning Servis yang masih muda. Ibu-ibu juga lebih terlihat pada sektor domestik, seperti bagian memasak, bersih-bersih di rumah, mengantar jemput anak sekolah. Menemani anak main ditaman. 

Dengan orang Asing seperti kami mereka cuek, walau sesekali penasaran. Tetapi ada yang sangat begitu ramah dan meminta izin mencium pipi anak saya, terutama anak perempuan dibawah 5 tahun. Malah kadang ketemu pengen nyium, ya nyium aja, baru senyum sama kita. Tanda sayang mereka memang diekpresikan dengan ciuman ke anak-anak. Saya yang sering mematung, karena belum pernah nyium anak-anak kecil disini apalagi baru kenal. Hehe

Beda lagi untuk orang yang berkulit hitam yang asli Afrika. Mereka lebih menjauhkan diri, tampak cuek dan tidak sering menyapa. Mungkin sedikit rasisme dari orang kulit putih yang masih terasa. Bahasa lokal yang mereka gunakan juga agak berbeda. Mereka menggunakan Bahasa pemersatu antar kulit hitam Benua Afrika dikenal dengan Bahasa Guinea. Tapi sekali kenal kulit hitam, kita bisa jadi teman yang sangat solid. Saya teringat dulu pernah kenal dengan seorang wanita Afrika dan tinggal satu kamar di sebuah Asrama. Dia sangat suka kebersihan, mencuci, mengoles lotion, wewangian, berdandan, berfashion, teliti, ramah, peduli, dan tak lupa sholatnya rajin banget. So,Dont judge the book by its cover, ya pemirsa!

#jumatnulis

#miripindonesia

#eropaafrikaarab



Jumat, 22 April 2022

Anjing

 Anjing

By: Desia Sasmito

"Awas!" saya teriakan ke anak-anak setiap kali harus  meniti jalan di trotoar.  Bukannya kenapa, karena memang banyak eek-nya anjing yang kadang harus terjatuh di trotoar ,pinggir rumput, atau bawah pohon. Harus hati-hati kalau ngga ya kepenyok telek, haha. 

Memang kota ini banyak sekali anjing liar yang berlalu lalang. Kadang berjalan seperti layaknya preman jalan, kadang mencari makan di tempat-tempat sampah besar, kadang berwajah ingin dimiliki. Mau piara anjing kamu emangnya? 

Yang piara anjing disini juga banyak terutama orang-orang kaya yang mampu memelihara anjing dengan baik, memberi makanan yang sehat, serta memeriksakan ke dokter hewan secara berkala dengan biaya yang mahal tentu saja. Bahkan wanita berkerudung atau pria muslim juga bisa piara anjing disayang layaknya kucing. 

Memang negara yang dijuluki seribu benteng ini mayoritas bermahzab Maliki yang berpendapat bahwa menyentuh anjing tidak najis, kecuali jika terkena air liurnya yang basah. Banyak saya temui di jalanan ada anjing keliaran, anjing dibawa jalan-jalan oleh tuannya, atau orang mau menyentuh anjing tanpa takut kena najisnya. Meskipun demikian tidak semuanya mau nyentuh anjing. Ada juga yang sangat memperhatikan kebersihan diri agar bisa terhindar dari kotoran apapun karena berusaha menjaga wudhu.

Saya orang Indonesia yang ngga ada kehidupan anjing disekitaran agak mikir berkali-kali untuk hanya dekat dengannya. Bukannya takut digigit, tapi disenggol aja juga ogah, bisa-bisa mandi 7 macam bunga-bungaan lah jadinya. Eh, ngga gitu juga kali. Haha. Hanya malasnya harus membasuh yang terkena sentuhan sebanyak  7x dengan salah satu basuhannya memakai tanah. Plus sabun wangi, plus antiseptik, plus mandi sekalian juga boleh. 

Iya betul, mayoritas Indonesia bermahzab Syafi'i, yang memang sangat "menjaga" dengan penuh kehati-hatian. Menyentuh anjing adalah najis, karena memang bulu anjing terkena air liur yang memang dijilat tiap hari. Jadi, untuk "menjaga" tadi, berusaha tidak menyentuh sekalian daripada ada najis atau yang mengotori kebersihan atau kesucian saat harus sholat, maka mahzab Syafi'i menilai akan terkena najis saat harus mengelus bulu anjing . 

Hemat saya, kalau mau cari aman ya ngga usah nyentuh anjing ya. Kalau pas bertemu muka ya santai aja. Di senyumin juga boleh. Asal ngga saling menganggu, aman-aman aja. Jangan membenci makhluk ciptaan Allah apapun bentuknya. Masing-masing makhluk punya peran. 

Mungkin karena negara ini banyak per-malingan maka ada yang memelihara anjing sebagai kebutuhan untuk keamanan rumah, ladang dan ternak. Itulah mungkin kenapa banyak anjing di negara ini. Walau tetap ada juga yang memang pengen punya anjing *as a pet* untuk disayang, dijadikan sahabat, dirawat layaknya anggota keluarga.


Jumat, 15 April 2022

Bahasa Darija

Bahasa Darija"

By: Desia Sasmito 

"Labas, labas?" sebuah kata yang terus diucapkan ketika bertemu atau menyapa orang yang sudah dikenal ataupun mau kenalan. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang dibaca agak cepat, tertelan dan terdengar singkat. Yang artinya "Are you okey?". Itulah kata pertama yang aku dengar dan sering terdengar sampai detik ini.

Bahasa yang digunakan di negara ini bukan Bahasa Arab pada umumnya, tapi Bahasa Darija yaitu Bahasa Arab yang diucapkan sesuai dengan kultur budaya setempat. Seperti Bahasa Jakartaan yang mengakar pada Bahasa Indonesia tapi tak seutuhnya, penuh dengan gubahan dengan aksen baru. Bahasa Darija juga mengalami hal yang sama, Bahasa itu digunakan untuk percakapan sehari-hari, yang tidak diajarkan di sekolah formal. Uniknya mereka mempelajari Bahasa Arab Asli formal di Sekolah, mereka menyebutnya Logat Fasih atau Bahasa Fasih. Para pengajarnya menjelaskan pelajaran dengan menggunakan Bahasa lisan Darija dengan teks buku yang ful Bahasa Arab.   Subhanallah, *mumet*-nya.

Tak hanya Bahasa Arab sebagai Bahasa resmi, tetapi sekolah formal juga mengajarkan Bahasa Perancis sebagai Bahasa keduanya. Jika ada orang asing yang mereka temui, mereka akan menyapa menggunakan Bahasa Perancis. Seperti wajah Asia-ku yang dikategorikan orang Asing di negara ini, menyapaku dengan Bahasa Perancis. Oh, No. Aku tak yang tak bisa Bahasa Arab maupun Perancis, hanya bisa menyapa sederhana, bertransaksi, membayar, lalu berpamitan dalam Bahasa Darija yang ku hafal karena harus berbelanja tiap hari.

Sebuah tantangan belajar Bahasa baru di tempat yang baru, yang tak hanya aku yang harus belajar tetapi juga untuk anak-anakku yang kelak akan bersekolah di negeri ini. Seberapapun kami mahir ber-Bahasa Inggris tak digunakan di negara ini. Ada beberapa pelajar atau kaum terpelajar yang bisa berbicara Bahasa Inggris karena mungkin ada keluarga yang tinggal di luar negeri seperti Amerika, atau negara-negara lainnya yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional. Dan itu sedikit sekali yang bisa ber-Bahasa Inggris, karena memang Bahasa Inggris tidak diajarkan di sekolah formal.

Bahasa Darija bercampur sedikit Bahasa Perancis  lebih sering terdengar di berbagai tempat umum, seperti pasar untuk tawar menawar, sekolah-sekolah,  layanan publik, ataupun tongkrongan *cafe*.
Sementara tulisan pada papan petunjuk jalan, nama toko, nama jalan, kemasan produk, akan di tulis dalam dua Bahasa Resmi mereka Bahasa Arab dan Perancis. Ada satu Bahasa tua dari suku Amazigh yaitu Bahasa Berber yang mulai bermunculan tertulis di beberapa nama instansi pemerintah, tapi tak banyak.

Selamat datang di sebuah negara dengan Bahasa Arab yang tidak murni Arab, Bahasa Perancis yang tidak murni Perancis. Itulah tantangannya, mengasikkan bukan? 


#nulisyuk

#jumatberkah






Kamis, 07 April 2022

Taman Bola

Taman Bola &Jalan Tol

By: Desia Sasmito


Tandus, berpasir, panas terik, angin berhembus, unta berbaris, sahara, laki-laki bersorban itu yang terlintas ketika kita mendengar kata "Afrika". Yakin mau tinggal di Afrika? Haha.

Ah, lupakan apa kata yang kebanyakan orang pikirkan.  Tak semua yang diberitakan media itu benar. Mereka hanya menulis sebagian kecil dari bagian terkecil dari dunia ini. Seperti tulisanku ini hanya sedikit dari luasnya Bumi Allah. 

Memang Benua Afrika panas dan terik di musim panas, tapi bukan berarti tidak ada musim dingin dibagian utara Benua ini. Di beberapa kota tertentu masih ada hujan salju. Bahkan, negara Sudan yang berada di tengah Benua ini masih ada musim dingin, walau tak bersalju, cukup musim dingin saja walau tak panjang. 

Sebagian besar di kota-kota sudah tak terlihat gurun berpasir. Pemandangannya sudah layaknya kota pada umumnya. Bangunan bersusun meninggi ala apartemen. Kantor-kantor, toko-toko, swalayan, jalan Tol, ataupun taman-taman yang mulai terlihat banyak bermunculan di ruang publik. 

Pemandangan Jalan Tol dekat dengan rumah kontrakan bisa ditempuh hanya satu menit jalan kaki. Ya, sungguh dekat tempat itu, tempat dimana sejumlah keluarga sekitar kampung ini menghabiskan sore yang panjang di musim panas. Sisi bahu jalan yang terhampar rerumputan hijau yang terawat oleh perusahaan perawatan kebun bukan Dinas milik pemerintah, dilengkapi kursi taman yang menghadap ke Jalan Tol. 

Sore yang panjang akan banyak anak-anak yang bermain, berlarian, bermain sepeda, skuter, merangkak, gelimbungan, ngobrol bersama keluarga. Menikmati udara, matahari yang terbenam, langit biru, awan putih, hijau rerumputan, pohon yang tertiup angin, burung-burung putih yang mencari makan dan mobil-mobil di jalan Tol yang berlalu-lalang. 

Tak kalah meramaikan juga para remaja yang tengah asyik bermain futsal dan bola basket di lokasi yang sama. Ya, ada empat lapangan futsal dan satu lapangan bola basket outdoor yang dipagari oleh jaring-jaring memutar agar bola tak telempar keluar. 

Ada yang satu pemandangan paling beda di sekitar Jalan Tol ini adalah warga bisa nyebrang Jalan Tol yang tak berpagar. Mereka nyebrang layaknya nyebrang jalan raya. Kulihat kakek-nenekpun ikut nyebrang. Ada juga pengemudi motor yang kadang ikut nimbrung menggunakan Jalan Tol walau tak banyak. Beda tempat beda aturan, atau memang ada aturan tapi ada yang melanggar.