Sabtu, 24 April 2021

Jembatan Hitam, Penangkal Sampah


Jembatan Hitam, Penangkal Sampah
By: Desia Sasmito


Teringat setahun yang lalu kami melewati jembatan kecil ini untuk pergi ke makam ibu saya, saya melewati tumpukan sampah bau yang sengaja dilempar dari para penggendara sepeda motor yang notabene adalah warga sekitar. Saya juga menjumpai banyak kejadian serupa hampir di setiap jembatan. Itu setahun yang lalu.

Namun pagi itu sebelum Ramadhan tiba kami melintasi jembatan dengan sangat girang sekali, karena bau busuk sampah tidak tercium lagi. Tumpukan sampah tidak terlihat lagi. Para pejuang pecinta lingkungan bersama-sama memasang tirai hitam disepanjang jembatan agar para pembuang sampah tidak bisa melemparkannya ke kanan kiri jembatan, karena dengan sebuah tulisan belum mampu menyadarkan masyarakat desa untuk tidak membuang sampah di jembatan. Penyuluhan masyarakat tingkat RT harusnya mampu menyadarkan masyarakat pentingnya mengelola sampah. Tidak ada salahnya Pak RT dan Bu RT setempat memberikan edaran informasi tentang pengelolaan sampah, bahaya, dampak yang ditimbulkannya, seperti banjir, longsor, bau, dan pemandangan tidak sedap.

Padahal dulu semasa saya masih kecil sampah tidaklah sebanyak jaman sekarang. Sepertinya jaman sekarang lebih banyak sampah dibanding jaman dulu. Dulu tidak ada pampers, tidak ada minuman plastik ala Drink yang menjamur, dulu tidak ada gelas plastik jus, dulu tidak ada banyak varian snack yang berbungkus premium. Memang disisi lain packaging membuat harga produk naik, lebih hiegienis dan praktis. Sayangnya kemajuan jaman tidak diiringi dengan kesadaran akan cinta lingkungan. Para warga atau penjual makanan yang tidak mempunyai lahan sampah akan dengan mudahnya membuang sampah di jembatan atau lahan kosong yang tidak bertuan. Mereka bingung mau membuang sampah dimana. 

Di Desa atau kemungkinan besar mayoritas Desa di Indonesia tidak mempunyai Tempat Pengolahan Sampah (TPS). Rata-rata mereka mengelola sampah sendiri. Dengan memberikan sampah dapur pada hewan ternak atau dikubur untuk jadi pupuk, sampah plastik dan kertas yang dibakar berkala. Satu hal yang bisa saya lakukan sebagai Ibu Rumah Tangga mengolah sampah rumah sendiri, tentunya dibantu oleh seluruh anggota keluarga. Saya ada beberapa tips bagaimana cara mengubah gaya hidup kita agar minim sampah dengan mengolah sampah makanan dimulai dari diri sendiri. Kadang memang kita tidak bisa membuat dapur kita zero sampah, tetapi kita bisa meminimalisirnya dengan cara berikut ini:

1. Ibu-ibu bisa  menyediakan dua baskom sampah (baskom bekas) tepat dipinggir wastafel cuci piring. Satu untuk plastik dan kertas. Satunya lagi buat sampah makanan. Baskom plastik kertas bungkus saya bersihkan 2 atau 3 hari sekali karena memang kami jarang membuang sampah. Tapi kalau sampah makanan setiap pagi saya angkut ke kandang kambing milik Bapak saya. Bapak saya yang kebetulan suka pelihara hewan ternak. Sedangkan baskom yang plastik kertas kami bakar, karena di Desa belum tersedia "Tempat Pengelolaan Sampah". Botol plastik dan kaca saya sisihkan untuk dipanggilkan tukang rosok (Pemulung). Beda kalau di Kota, di Kota semua tersedia fasilitasnya, mulai dari pemangku kebijakan sampai warganya yang lebih sadar akan lingkungan. 

2. Masak nasi, lauk pauk dan sayurnya sesuai jumlah anggota keluarga. Usahakan habis dihari yang sama, jika tidak memungkinkan simpan dikulkas untuk sarapan dihabiskan saja. Misal ayam gorengnya masih, dikulkasin, besok digoreng sebentar sebelum disajikan. Jika masih belum habis, kasih ke kucing sisanya. 

3. Jika nasi kita tiba-tiba basi atau sudah kelamaan di magic com dan tidak layak dikomsumsi, kita bisa bersihkan taruh dibaskom dan antar ke kandang kambing. Tidak punya kandang kambing, ya kandang kambing tetangga, tidak punya tetangga yang memelihara kambing atau ayam ya gali lubang di tanah, tidak punya tanah ah tidaklah mungkin, rumah yang didirikan pasti ada lahan walau sedikit. Beneran tidak punya lahan, bisa intip DIY youtube membuat kompos dengan bak yang tertutup.  

4. Selipkan tas kain besar yang dilipat ke jok motor, di tas belanja, di dompet belanja harian. Soalnya ibu-ibu pasti sering ke toko sembako dengan bawa dompet belanja harian. Kadang ada gula yang tiba-tiba stock di dapur habis tinggal berangkat bawa tas yang berisi uang belanja.

5. Usahakan jangan membeli snack yang berbungkus premium, selain mahal mengolah sampahnya juga lebih cepat menumpuk. Plastik gelas atau botol ala Drink kekinian, gelas atau botol plastik air mineral bisa dikumpulkan dan diantar di tempat jual beli rosokan. Para Penjual makanan bisa mengkampanyekan isu ramah lingkungan dengan menyarankan pembeli untuk mambawa tas, tumbler sendiri dari rumah. Selain terjamin kebebersihannya juga akan mengurangi sampah. Pada awalnya hanya sebuah saran, tetapi kita bisa mengubahnya seiring waktu dan kebiasaan akan menjadi kewajiban. 

Yuk, mulai diri sendiri Ibu-ibu dimanapun berada, memilih makanan yang lebih alami sehat atau kekinian tetapi tetap memperhatikan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Jangan takut memulai gaya hidup minim sampah makanan. Cintai lingkungan dengan mengolah sampah mandiri.

#foodwaste #bandungfoodsmartcity #ambilmakanhabiskan @bandungfoodsmartcity