Minggu, 12 Februari 2017

Kanker Payudara Stadium Lanjut Jangan Menyerah

#kankerpayudara
#kankerstadiumlanjut

Teringat beberapa tahun yang lalu ketika saya masih dibangku kuliah. Haha, kuliah katanya, udah lama banget ya ternyata jadi back to self home schooling.

Ketika itu ada seorang tua di desa kami yang sakit-sakitan berhari-hari, berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun. Ibu saya seketika itu bilang "nanti kalau tua nanti saya minta ngga usah sakit-sakitan, kasihan yang ngurusi". Ibu saya tidak pernah minta sakit, atau mungkin ribuan atau jutaan ibu -ibu yang lain saya yakin tidak ada yang mau sakit. Tapi bila suatu hari Allah yang memilihkan untuk kita, memilih tubuh kita yang milikNya untuk diberi penyakit, siapa yang bisa mengelak? siapkah kita diujiNya?

Seberapa pahala yang mampu kita raih? PR buat kita semua yang sedang sakit atau pun bahkan yang masih sehat? Atau mungkin malah ujian itu dibidikkan untuk orang-orang yang sehat?  Sudah seberapa siapkah kita untuk sakit? Bukankah sakit itu adalah cara Allah mencintai hambaNya? Tapi kenapa mereka lebih suka menamainya sebagai "musibah". Ada ketidakseimbangan yang harus dibayar dengan sakit agar kembali seimbang? Mungkin juga Allah memanggil kita untuk selalu meminta dan mendekat kepadaNya.

Saya melihat ibu saya berbaring tak berdaya, menahan rasa sakit yang kadang datang dan pergi. Kadang kami bingung dibuatnya, antara rasa sakit palsu, emosi yang tak terkontrol, atau hanya cari perhatian saja. Memang itulah yang dirasakan ibu, perasaan ngga karuan, bimbang, takut dan hilang harapan.
Bapak yang merawat ibu tiap haripun, mulai menampakkan kebimbangannya hopeless tentang kelanjutan berobat, juga  Rumah Sakit yang selalu antri. Kami memakai asuransi kesehatan BPJS yang sangat membantu pengobatan kanker Ibu saya. 

Sedangkan saya hanya mampu mengumpulkan informasi bagaikan menemukan kepingan puzzle yang harus dipasang menjadi sebuah gambar yang jelas. Semuanya tidak ada yang mudah, sulit ya itulah hidup tapi harus dilalui dengan berbagai rasa. Kalau tidak sulit, nama nya bukan perjuangan, ya ngga?

Ibu saya adalah seorang kanker payudara survival, bermula dengan benjolan kecil pada payudara yang membesar, kadang mengecil sekitar tahun 2012. Mungkin setelah sekitar dua tahun, dokter merujuk untuk segera operasi, karena benjolannya dirasa mulai aktif. karena seumur hidup ibu belum pernah menjalani operasi, ibu pun nekat beralih ke pengobatan alternatif, tetapi beberapa bulan setelahnya tidak membuahkan hasil, malah bertambah besar. Akhirnya diakhir bulan Desember 2014, Ibu menyerah, setelah kami memberi saran dan berkali-kali mempengaruhi gaya berfikirnya, hasilnya Ibu merasa yakin untuk berobat ke dokter lagi, medis.

Setelah menjalani operasi mastektomi (payudara sebelah kiri diangkat) pada bulan April 2015, pasca operasi menjalani kemoterapi dan radioterapi, walaupun dokter tidak pernah memberi tahu saya langsung, tetapi dengan berkas dan gejala ibu, saya pun rajin mencari bacaan, entah itu dari blog, fb, google atau buku. Saya tahu bahwa ibu adalah pasien kanker stadium lanjut, stadium akhir. Hanya saja saya masih ada keyakinan kalau ibu bisa bangkit lagi. Kejadian ini sama persis dengan rawat inap di Rumah Sakit bulan November 2016 yang lalu, ketika itu ibu jatuh mendadak, lunglai tidak bisa menggerakkan sebagian anggota tubuhnya, jalan tidak mampu, bahkan terakhir dudukpun tak mampu. Alhasil, ibu harus pakai pampers dan full bed rest.

Begitu pula dengan bulan januari 2017 ini, hal yang sama terjadi sama persis, cuma kali ini bapak sudah give up menyerah dengan keadaan ibu.

Setiap saya berdiskusi tentang rawat inap, bapak selalu marah. Saya pun pantang menyerah, lobi sana sini, diskusi ini dan itul. Saya mengerti karena bapak kondisi tubuh tidak fit, kecapekan secara metal dan fisik mengurus ibu akhir-akhir ini. Akhirnya bapak mengizinkan saya untuk membawa ibu ke rumah sakit.

Bapak dengan bendera putihnya, beberapa orang di sekitar yang mencoba menularkan pesimisnya, perawat-perawat di rumah sakit yang meniupkan bisikan hilang harapan, mereka semua tidak membuat saya ragu berjalan. Dengan dukungan suami dan siblings, saya membawa ibu serta anak saya yang berumur 2 tahun menginap di rumah sakit. Memang bukan hal mudah, tetapi tantangan tersendiri. Seperti mengalahkan dinginnya salju musim dingin, mendaki gunung Bromo, mendaki gunung Ijen, saya menikmatinya. Saya tahu tidak ada yang saya sukai, tetapi saya menikmatinya. Mau nya ngeyel dan tidak suka, tetapi harus dijalani.

Untuk para keluarga pasien kanker, jangan pantang menyerah, takdir kematian, jodoh, kelahiran dan Rejeki memang Tuhan Allah yang menentukan tetapi nasib ada ditangan masing-masing dengan berdo’a semoga Allah menuntun memilihkan keputusan yang terbaik atas izinNya. “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika tidak kaum itu sendiri yang berusaha mengubah nasib mereka sendiri”. 


Beberapa minggu terakhir ini, memasuki bulan Februari 2017 Ibu saya jauh membaik. Dari kehilangan sadarnya, bicaranya, geraknya, pendengarannya, matanya, sekarang Ibu bisa berjalan lagi. Setelah menjalani Radioterapi selama hampir 15x, hari ini yang terakhir. Terima kasih untuk Ibu Dokter Dyah Erawati dan Bapak Dokter Heru Purwanto yang selalu kami repotkan. 

Kesimpulan saya, bahwa memang tipis harapan untuk sembuh, tetapi besar kesempatan untuk mengelola, merawat pasien sebaik-baiknya dengan berbagai macam pilihan perawatan medis. Mereka dengan berbagai macam penyakit kankernya bisa bertahan bertahun-tahun dengan rajin check up ke dokter, mengetahui perkembangan dalam tubuhnya, serta mengambil tindakan yang tepat. 

Tetap optimis dan berdo'a, selalu berfikiran positif dan terus move on. 

Satu lagi yang mendukung jalannya pengobatan adalah banyak bersedekah, membaca dan mendengarkan Al Qur'an dan menyenangkan hati pasien. 


Infus Rawat Inap